Tahun 2019, dunia mulai heboh dengan berita tentang virus aneh dari luar negeri. Katanya, bisa bikin orang sakit parah, dan beberapa negara sudah mulai lockdown. Tapi, buat kami anak pesantren, yang paling penting dari semua berita itu adalah: pesantren bakal libur lebih awal!
Biasanya, kalau mau liburan, suasana pesantren udah mulai longgar. Pengamanan berkurang, guru-guru sibuk rapat, dan kakak kelas lebih sibuk mikirin pulang ke rumah daripada mikirin adik kelas yang bikin ulah.
Nah, di sinilah muncul ide konyol dari Hamid.
"Besok libur kan? Gimana kalau kita cabut malam ini ke warnet?" katanya dengan semangat.
Aku masih ragu. Ini pertama kalinya aku mau cabut, sementara Hamid udah lebih senior di dunia percabutan.
"Tenang aja," katanya. "Biasanya kalau mau liburan gini, keamanan rendah!"
Dengan berbekal konsep {Konter} alias "Situasi, Kondisi, dan Teramanni" (istilah absurd ciptaan Hamid sendiri), kami mulai operasi kabur tepat pukul 12 malam.
Pesantren kami berbentuk huruf L, tiga lantai. Asrama kami di lantai satu, dan jalur kabur kami adalah pagar jebol di belakang masjid. Satu-satunya rintangan? Kantor keamanan yang ada di lantai satu.
Tapi Hamid sudah hafal jadwal Ketua Keamanan, Bang Awan. Katanya, tiap jam 11:40 malam, Bang Awan pasti keluar dari kantor menuju kamarnya. Jadi, kami tinggal menunggu momen itu.
Begitu jam menunjukkan 11:59, kami langsung beraksi! Berjalan pelan keluar dari kamar asrama, melewati lorong SD, hingga tiba di masjid. Tapi di sana, kejutan menanti: seorang satpam sedang duduk santai di depan masjid!
Hamid berpikir cepat. Dengan gerakan ninja, dia mengeluarkan koin dan melemparkannya ke arah pos satpam yang terbuat dari seng.
TRINGGG!
Satpam langsung menoleh ke arah sumber suara. Kesempatan emas! Kami segera kabur ke belakang masjid.
Pagar di belakang masjid memang sudah jebol, tapi ada tantangan lain: parit yang agak lebar. Hamid melompat duluan dan sukses mendarat dengan mulus. Aku? Dengan penuh percaya diri, aku menyusul—tapi ternyata sendalku licin.
BYURR!!
Kakiku nyemplung ke parit.
"Udah, kita balik aja, Mid!" rengekku, setengah ingin menyerah.
"Bisa dicuci nanti di warnet!" kata Hamid, semangat 45.
Akhirnya, dengan kaki masih berbau parit, aku ikut saja. Kami berjalan menuju warnet, berpikir sudah aman. Tapi begitu sampai di warnet…
Eh, siapa yang duduk manis di depan komputer sambil main game?
Bang Awan. Ketua Keamanan.
"Eh, kabur kelen?" tanyanya santai.
Kami yang sudah siap-siap panik malah jadi rileks. "Iya, Bang," jawab Hamid sekenanya.
"Main lah, apalagi?" katanya sambil tertawa.
Kami pun ikut main, merasa malam ini adalah kemenangan besar. Sampai akhirnya…
Terdengar suara berat di belakang kami.
"Bagus. Bagus yaaaa…"
Kami menoleh perlahan.
Di belakang kami, berdiri seorang ustad dengan wajah super serius.
"PULANG!"
Kami langsung jalan balik ke asrama dengan kepala tertunduk. Dan sebagai bonus, kami disuruh ngepel seluruh koridor asrama keesokan harinya.
Tak lupa, Bang Awan—yang notabene ketua keamanan—juga kena hukum bareng kami. Wkwkwk.